Ketika jalur Pantai Utara (Pantura) dipelihara terus-menerus sepanjang
tahun, bahkan dituding sebagai proyek abadi, di bagian Indonesia lainnya
berbanding terbalik 180 derajat.
Lihat saja jalan trans Kalimantan Barat yang menghubungkan Pontianak sebagai ibu provinsi ke perbatasan Indonesia - Malaysia ini nyaris tidak bisa di lalui lagi. Jalan sepanjang 75 KM ini rusak parah mulai dari Simpang Batu Ampar hingga Kabupaten Sanggau. Kerusakan ini seakan di biarkan sudah sejak dua tahun terakhir ini.
Jalan nasional ini juga sebagai jalur distribusi sembako dari Pontianak ke lima kabupaten di kawasan timur Kalimantan Barat seperti Kab.Sanggau, Kab.Sintang, Kab.Sekadau, Kab.Melawi(Pinoh) dan Kab.Kapuas Hulu (Putussibau) yang juga pintu perbatasan Indonesia-Malaysia. Begitu juga sebaliknya, jalur ini sebagai jalur distribusi hasil pertanian seperti karet dan sawit dari kawasan timur Kalbar ke kota Pontianak.
Setiap hari pasti ada kecelakaan bisa 2 sampai 3 kali, entah itu kecelakaan tunggal, tabrakan dan truck terguling yang di akibatkan kerusakan jalan ini. Sehingga mengakibat antrian kendaraan bisa mencapai puluhan KM dan harus menunggu berjam-jam bahkan berhari-hari baru bisa di lalui kendaraan lainnya. Ini jelas mengahambat aktivis masyarakat dan mobilisasi kebutuhan masyarakat. Yang sahrusnya jarak tempuh hanya 6 jam bisa menjadi 15 jam. Ini sangat berpengaruh pada perkembangan perekonomian di Kalimantan Barat.
Hal ini membuat masyarakat setempat berinisiatif melakukan penggalangan dana Rp 1.000,- donasi untuk sanggatu
Anggaran Minim
Wacana perbaikan jalan ini sebenarnya sudah lama direncanakan. Dengan luasnya wilayah, Pemerintah Provinsi Kalbar kewalahan menangani jalan penghubung antarprovinsi dan antarkabupaten, sehingga memerlukan bantuan dari pusat. Dinas PU Kalimantan Barat dalam satu tahun hanya dapat mengerjakan sekitar 5 km.
Anggaran yang dikucurkan, misalnya untuk ruas Sosok-Tayan dan Tanjung-Sanggau, hanya Rp 1,9 miliar per tahun. Saat ini hanya mampu melakukan tambal sulam untuk mengatasi kerusakan jalan. Paling tidak, jangan sampai jalan-jalan itu semakin berlubang.
Saat ini, pemerintah hanya sanggup melakukan pemeliharaan rutin atau berkala dengan anggaran terbatas sehingga perbaikan tak signifikan. Umur jalan sudah sangat tua. Perlu peningkatan struktur jalan yang lebih signifikan.
Apalagi, seiring pertumbuhan ekonomi, ruas jalan di Kalbar harus menanggung beban kendaraan sangat berat, tidak hanya kelapa sawit, tetapi juga semakin banyak truk tronton yang membawa bauksit, besi baja, dan kendaraan berat membawa muatan lainnya, termasuk bus angkutan penumpang lintas negara. Jumlah kendaraan yang melintas sangat banyak setiap harinya. Bahkan, bisa terus-menerus selama 24 jam.
“Umur jalan memang sudah sangat tua, dengan beban kendaraan sangat berat saat melintas maka kerusakan jalan tidak bisa dihindarkan lagi,” kata Pejabat Pembuat Komitmen Proyek Peningkatan Jalan Sosok-Tayan (41,35 km) dan Tanjung-Sanggau (37,55 km), Effendi.
Ia mengungkapkan, kondisi jalan yang sudah sangat rusak itu mendesak untuk segera dilakukan peningkatan struktur jalan. Tak mungkin lagi hanya mengandalkan perbaikan rutin atau berkala, apalagi anggaran perbaikan rutin yang disediakan pemerintah saat ini hanya Rp 1,9 miliar untuk kedua ruas jalan tersebut, yang kerusakannya telah mencapai 70-80 persen.
Pembangunan infrastruktur dan sarana-prasarana di daerah-daerah perbatasan Indonesia wajib diperhatikan. Kemajuan Indonesia secepat di daerah-daerah perbatasan Malaysia. Hal ini menyebabkan ketergantungan mereka (masyarakat Indonesia di perbatasan) kepada Malaysia (yang menyediakan kebutuhan hidup lebih baik dan banyak).
Waktu dulu Entikong dibuka, yang ingin sekali adalah Malaysia, karena pada waktu itu Indonesia lebih unggul. Waktu itu pun, jalan menuju Entikong belum semuanya mulus. Akan tetapi, hingga 32 tahun lebih pembangunan infrastruktur di Entikong tidak meningkat secara signifikan.
Bahkan, listrik dan air juga tidak sampai ke perbatasan Entikong maupun daerah-daerah pedalaman. Padahal Entikong merupakan pintu gerbang perbatasan yang paling banyak digunakan pelintas batas, baik warga Indonesia maupun Malaysia.
Kemajuan kawasan perbatasan sangat penting bagi masyarakat, karena suatu saat mereka bisa lepas ke Malaysia. Hal ini terjadi bukan karena perang, melainkan hatinya telah terpincut penanganan pembangunan di daerah-daerah perbatasan yang dilakukan negara tetangga. Padahal, kita tahu kawasan perbatasan berperan penting dalam menjaga keutuhan negara.
Rasanya tidak berlebihan jika saat ini menyebut Indonesia mengalami darurat infrastruktur, khususnya jalan. Secara umum, mungkin sejumlah jalan kategori nasional dan provinsi kondisinya bisa dikatakan mantap. Namun, kenyataan tidak berlaku bagi jalan kabupaten/kota atau akses jalan menuju kawasan perbatasan.
Pembangunan Cuma di Jawa
Tidak bisa dipungkiri, selama ini pembangunan dan pengembangan infrastruktur lebih banyak dilakukan di Pulau Jawa, sehingga kondisi di daerah sangat memprihatinkan. Pembangunan infrastruktur di Kalimantan masih belum merata. Hingga kini, jalan-jalan yang sudah dibuat dinas PU Kalimantan, khususnya Kalbar masih ada yang belum bisa menghubungkan satu desa ke desa lain.
Wilayah Kalbar dengan luas 146.807 km dan penduduk 4,39 juta orang memiliki ruas jalan yang terbagi atas jalan nasional 1.664,55 km, jalan provinsi 1.517,93 km, dan jalan kabupaten 4.630 km.
Dari ketiga ruas itu terbagi lagi menjadi Jalan Lintas Kalimantan Poros Selatan (wilayah I dengan total pagu Rp 494,82 miliar) mulai dari Sambas-Singkawang-Mempawah-Sungai Pinyuh-Pontianak-Tayan-Balai Bekuah-Sandai-Nanga Tayap hingga Batas Kalteng (Kudangan).
Lalu Jalan Lintas Kalimantan Poros Tengah (wilayah II dengan total pagu Rp 194,12 miliar) mulai dari Sungai Pinyuh-Ngabang-Sosok-Tanjung-Bodok-Sanggau-Sintang-Ngah Pinoh. Terakhir, Jalan Lintas Kalimantan Poros Utara (wilayah III dengan total pagu Rp 413,43 miliar) dari Temaju-Jagur Babang-Balai Karangan-Entikong-Senaning-Badau-Putussibau.
Jalan-jalan menuju perbatasan Kalimantan Barat dengan Malaysia telah dibangun sejak 1978. Bahkan, sejak selesai dibangun tahun 1984 dengan biaya dari Colombo Plan, ruas-ruas jalan menuju kawasan perbatasan itu menjadi urat nadi perekonomian masyarakat sekitarnya.
Sumber : Kementrian PU, http://shnews.co, http://jalansanggau.com, https://www.facebook.com/Ceritadayak dan berbagai media.
Gambar : http://jalansanggau.com/galeri/
Lihat saja jalan trans Kalimantan Barat yang menghubungkan Pontianak sebagai ibu provinsi ke perbatasan Indonesia - Malaysia ini nyaris tidak bisa di lalui lagi. Jalan sepanjang 75 KM ini rusak parah mulai dari Simpang Batu Ampar hingga Kabupaten Sanggau. Kerusakan ini seakan di biarkan sudah sejak dua tahun terakhir ini.
Jalan nasional ini juga sebagai jalur distribusi sembako dari Pontianak ke lima kabupaten di kawasan timur Kalimantan Barat seperti Kab.Sanggau, Kab.Sintang, Kab.Sekadau, Kab.Melawi(Pinoh) dan Kab.Kapuas Hulu (Putussibau) yang juga pintu perbatasan Indonesia-Malaysia. Begitu juga sebaliknya, jalur ini sebagai jalur distribusi hasil pertanian seperti karet dan sawit dari kawasan timur Kalbar ke kota Pontianak.
Setiap hari pasti ada kecelakaan bisa 2 sampai 3 kali, entah itu kecelakaan tunggal, tabrakan dan truck terguling yang di akibatkan kerusakan jalan ini. Sehingga mengakibat antrian kendaraan bisa mencapai puluhan KM dan harus menunggu berjam-jam bahkan berhari-hari baru bisa di lalui kendaraan lainnya. Ini jelas mengahambat aktivis masyarakat dan mobilisasi kebutuhan masyarakat. Yang sahrusnya jarak tempuh hanya 6 jam bisa menjadi 15 jam. Ini sangat berpengaruh pada perkembangan perekonomian di Kalimantan Barat.
Hal ini membuat masyarakat setempat berinisiatif melakukan penggalangan dana Rp 1.000,- donasi untuk sanggatu
Anggaran Minim
Wacana perbaikan jalan ini sebenarnya sudah lama direncanakan. Dengan luasnya wilayah, Pemerintah Provinsi Kalbar kewalahan menangani jalan penghubung antarprovinsi dan antarkabupaten, sehingga memerlukan bantuan dari pusat. Dinas PU Kalimantan Barat dalam satu tahun hanya dapat mengerjakan sekitar 5 km.
Anggaran yang dikucurkan, misalnya untuk ruas Sosok-Tayan dan Tanjung-Sanggau, hanya Rp 1,9 miliar per tahun. Saat ini hanya mampu melakukan tambal sulam untuk mengatasi kerusakan jalan. Paling tidak, jangan sampai jalan-jalan itu semakin berlubang.
Saat ini, pemerintah hanya sanggup melakukan pemeliharaan rutin atau berkala dengan anggaran terbatas sehingga perbaikan tak signifikan. Umur jalan sudah sangat tua. Perlu peningkatan struktur jalan yang lebih signifikan.
Apalagi, seiring pertumbuhan ekonomi, ruas jalan di Kalbar harus menanggung beban kendaraan sangat berat, tidak hanya kelapa sawit, tetapi juga semakin banyak truk tronton yang membawa bauksit, besi baja, dan kendaraan berat membawa muatan lainnya, termasuk bus angkutan penumpang lintas negara. Jumlah kendaraan yang melintas sangat banyak setiap harinya. Bahkan, bisa terus-menerus selama 24 jam.
“Umur jalan memang sudah sangat tua, dengan beban kendaraan sangat berat saat melintas maka kerusakan jalan tidak bisa dihindarkan lagi,” kata Pejabat Pembuat Komitmen Proyek Peningkatan Jalan Sosok-Tayan (41,35 km) dan Tanjung-Sanggau (37,55 km), Effendi.
Ia mengungkapkan, kondisi jalan yang sudah sangat rusak itu mendesak untuk segera dilakukan peningkatan struktur jalan. Tak mungkin lagi hanya mengandalkan perbaikan rutin atau berkala, apalagi anggaran perbaikan rutin yang disediakan pemerintah saat ini hanya Rp 1,9 miliar untuk kedua ruas jalan tersebut, yang kerusakannya telah mencapai 70-80 persen.
Pembangunan infrastruktur dan sarana-prasarana di daerah-daerah perbatasan Indonesia wajib diperhatikan. Kemajuan Indonesia secepat di daerah-daerah perbatasan Malaysia. Hal ini menyebabkan ketergantungan mereka (masyarakat Indonesia di perbatasan) kepada Malaysia (yang menyediakan kebutuhan hidup lebih baik dan banyak).
Waktu dulu Entikong dibuka, yang ingin sekali adalah Malaysia, karena pada waktu itu Indonesia lebih unggul. Waktu itu pun, jalan menuju Entikong belum semuanya mulus. Akan tetapi, hingga 32 tahun lebih pembangunan infrastruktur di Entikong tidak meningkat secara signifikan.
Bahkan, listrik dan air juga tidak sampai ke perbatasan Entikong maupun daerah-daerah pedalaman. Padahal Entikong merupakan pintu gerbang perbatasan yang paling banyak digunakan pelintas batas, baik warga Indonesia maupun Malaysia.
Kemajuan kawasan perbatasan sangat penting bagi masyarakat, karena suatu saat mereka bisa lepas ke Malaysia. Hal ini terjadi bukan karena perang, melainkan hatinya telah terpincut penanganan pembangunan di daerah-daerah perbatasan yang dilakukan negara tetangga. Padahal, kita tahu kawasan perbatasan berperan penting dalam menjaga keutuhan negara.
Rasanya tidak berlebihan jika saat ini menyebut Indonesia mengalami darurat infrastruktur, khususnya jalan. Secara umum, mungkin sejumlah jalan kategori nasional dan provinsi kondisinya bisa dikatakan mantap. Namun, kenyataan tidak berlaku bagi jalan kabupaten/kota atau akses jalan menuju kawasan perbatasan.
Pembangunan Cuma di Jawa
Tidak bisa dipungkiri, selama ini pembangunan dan pengembangan infrastruktur lebih banyak dilakukan di Pulau Jawa, sehingga kondisi di daerah sangat memprihatinkan. Pembangunan infrastruktur di Kalimantan masih belum merata. Hingga kini, jalan-jalan yang sudah dibuat dinas PU Kalimantan, khususnya Kalbar masih ada yang belum bisa menghubungkan satu desa ke desa lain.
Wilayah Kalbar dengan luas 146.807 km dan penduduk 4,39 juta orang memiliki ruas jalan yang terbagi atas jalan nasional 1.664,55 km, jalan provinsi 1.517,93 km, dan jalan kabupaten 4.630 km.
Dari ketiga ruas itu terbagi lagi menjadi Jalan Lintas Kalimantan Poros Selatan (wilayah I dengan total pagu Rp 494,82 miliar) mulai dari Sambas-Singkawang-Mempawah-Sungai Pinyuh-Pontianak-Tayan-Balai Bekuah-Sandai-Nanga Tayap hingga Batas Kalteng (Kudangan).
Lalu Jalan Lintas Kalimantan Poros Tengah (wilayah II dengan total pagu Rp 194,12 miliar) mulai dari Sungai Pinyuh-Ngabang-Sosok-Tanjung-Bodok-Sanggau-Sintang-Ngah Pinoh. Terakhir, Jalan Lintas Kalimantan Poros Utara (wilayah III dengan total pagu Rp 413,43 miliar) dari Temaju-Jagur Babang-Balai Karangan-Entikong-Senaning-Badau-Putussibau.
Jalan-jalan menuju perbatasan Kalimantan Barat dengan Malaysia telah dibangun sejak 1978. Bahkan, sejak selesai dibangun tahun 1984 dengan biaya dari Colombo Plan, ruas-ruas jalan menuju kawasan perbatasan itu menjadi urat nadi perekonomian masyarakat sekitarnya.
Sumber : Kementrian PU, http://shnews.co, http://jalansanggau.com, https://www.facebook.com/Ceritadayak dan berbagai media.
Gambar : http://jalansanggau.com/galeri/
Title : Jalan Trans Kalimantan Barat RUSAK PARAH, Nyaris Tidak Bisa dilalui.
Description : Ketika jalur Pantai Utara (Pantura) dipelihara terus-menerus sepanjang tahun, bahkan dituding sebagai proyek abadi, di bagian Indonesia ...
Description : Ketika jalur Pantai Utara (Pantura) dipelihara terus-menerus sepanjang tahun, bahkan dituding sebagai proyek abadi, di bagian Indonesia ...
0 Response to "Jalan Trans Kalimantan Barat RUSAK PARAH, Nyaris Tidak Bisa dilalui."
Post a Comment